Kolaborasi Pentahelix Jadikan Jawa Tengah 'Best Practice' Pendidikan
Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, saat mengikuti kunjungan kerja reses Komisi X DPR RI di Provinsi Jawa Tengah, Jumat (25/7/2025). Foto: Singgih/vel
PARLEMENTARIA, Semarang - Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menekankan pentingnya kolaborasi multipihak dalam menjalankan program pembangunan, khususnya di sektor pendidikan. Hal itu disampaikannya dalam kunjungan kerja reses Komisi X DPR RI di Provinsi Jawa Tengah, Jumat (25/7/2025).
“Sudah menjadi kesadaran kita bersama bahwa tidak mungkin sebuah program berhasil hanya dijalankan oleh satu lembaga,” ujar Fikri. Ia menyoroti pentingnya pendekatan pentahelix dalam pembangunan yang melibatkan lima elemen utama: akademisi, pelaku bisnis, pemerintah, komunitas, dan media.
Menurutnya, semua elemen tersebut memiliki peran strategis yang saling melengkapi. Akademisi atau perguruan tinggi menyediakan keilmuan dan riset, dunia usaha mendorong praktik dan investasi, pemerintah menjalankan regulasi dan fasilitasi, komunitas memberi energi sosial berbasis minat, dan media berperan menginformasikan serta mengedukasi publik.
“Kalau lima elemen ini saja tidak bisa berkolaborasi, maka kita hanya akan terus mengeluh. Padahal kolaborasi adalah kunci,” tegasnya.
Fikri juga menyoroti keberhasilan Provinsi Jawa Tengah dalam menghadirkan inovasi pendidikan berbasis kerakyatan, seperti pendirian SMK Jawa Tengah yang sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah provinsi. Ia menilai program ini patut dijadikan contoh nasional.
“SMK Jawa Tengah ini sudah ada tiga sekolah dan dibiayai penuh oleh pemprov. Ini bisa jadi best practice,” katanya. Fikri berharap konsep serupa dapat direplikasi dalam bentuk sekolah rakyat yang lebih luas jangkauannya dan lebih menyasar pada pengentasan kemiskinan serta peningkatan kualitas SDM.
Namun, Fikri juga mengingatkan pentingnya evaluasi dan keterbukaan terhadap masukan. “Ekspektasinya besar, mengentaskan kemiskinan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mencetak SDM unggul. Maka harus dievaluasi secara menyeluruh: kekurangannya apa, tantangannya apa. Sampaikan itu,” tuturnya.
Fikri mendorong agar pengalaman Jawa Tengah dalam mengelola program pendidikan alternatif dieksplorasi lebih jauh untuk menjadi rujukan dalam kebijakan nasional. “Ini mestinya bisa jadi model. Jangan hanya berhenti di provinsi, tapi bermanfaat secara nasional,” tandasnya. (skr/aha)